“Kawin Lari” sebagai Budaya
Lombok
Tengah adalah kabupaten yang berada di sebuah pulau kecil dan tergabung dalam Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Nama Lombok sendiri berawal dari seorang Syeh dari Jawa
yang bernama Syeh Hamzah yang pergi ke Sasak (red.sekarang Lombok), lalu Syeh
Hamzah mengusulkan untuk mengganti nama Sasak menjadi Lombok karena nama Sasak
sendiri berarti sesak dan dikhawatirkan bahwa daerah tersebut nantinya akan
menjadi sesak. Sedang Lombok berarti Lurus yang diharapkan masyarakatnya akan menjadi
masyarakat yang taat. Namun usul tersebut tidak disetujui oleh penguasa pada
jamannya sehingga Syeh Hamzah harus dimusuhi dan lari ke Gunung Sasak untuk
berlindung. Tapi sesampainya diatas gunung Syeh Hamzah menghilang dan
ditemukannya Makam Syeh Hamzah yang berbentuk kuburan Cina yang sampai saat ini
masih dirawat.
Joni
Sutangga, Ketua Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Tatas Tuhu Trasna (IKPM
Tastura) mengungkapkan bahwa di Lombok mempunyai banyak mitos atau
budaya-budaya yang masih dijaga keteradaannya. Budaya Kawin Lari misalnya,
budaya satu ini bisa dibilang “unik dan aneh” karena untuk bisa menikah dengan
si putri pujaan hati maka si lelaki harus menculik si putri terlebih dahulu.
Tapi penculikan disini si putri dan si lelaki harus janjian waktu dan tempat
penculikan dan penculikan harus dilindungi atau di back up oleh sesepuh dalam keluarga si lelaki atau orang yang
dihormati di desa si lelaki agar si putri tetap dilindungi dan hal tersebut
untuk menjaga si lelaki dari ancaman keluarga si putri. Waktu 24 jam adalah
batas maksimal penculikan, jika lebih dari 24 jam maka keluarga si putri berhak
melapor ke polisi. Ada tiga tahapan untuk bisa melakukan akad nikah ini yang
pertama Salebaran atau Nyelabar
yaitu pemberitahuan oleh pelindung si lelaki bahwa si putri diculik, hal
ini dilakukan dalam batas waktu 24 jam dari waktu penculikan. Kedua,
Pengambilan wali dari pihak wanita untuk melakukan akad nikah. Ketiga, Sorong serah aji kerame yaitu keluarga
dari pihak si lelaki secara besar-besaran datang ke keluarga si putri dengan
membawa seserahan berupa kain dan uang yang berjumlah 66, dengan jumlah nominalnya
terserah pihak lelaki asal jumlah nya 66. [Nur Handayani]
as..Ada saat dmana budaya dalam suatu daerah harus direvitalisasi dan ada saat juga dmana budaya dalam suatu daerah terpaksa harus dieliminasi. Semuanya tergantung dari apakah budaya itu tidak menyalahi aturan dasar sosial dan agama.
ReplyDelete