phone: +6287 3936 4795
e-mail: hydrazone_community@yahoo.com

December 25, 2012

“Dari Virginia Sampailah di Jakarta”

Namanya Febian “Kreate” Sumaputra Hidranto, seorang tokoh breakdance Indonesia yang memberikan pengaruh besar dalam perkembangan breakdance di Indonesia. Perjalanan dance Kreate dimulai pada tahun 1997 di mana ia mulai belajar breakdance bersama teman-temannya di Virginia, Amerika Serikat. Grup breakdance pertamanya disebut “Kurrupt Squad”. Setelah beberapa tahun, Kreate bersama teman-temannya melanjutkan latihan dance mereka serta mencari tempat-tempat latihan di sekitar Virginia. Dengan orang-orang yang terkumpul, mereka menjadikan grup breakdance baru yang bernama “Arrive to Defy” (ATD). Namun salah seorang anggota yang berpengaruh besar berpindah ke grup lain yang lebih terkenal sehinga ATD mencari anggota lainnya dan mengganti namanya menjadi “Labratz”.

Di tahun 2002, Kreate kembali ke Indonesia, karena pekerjaan ayahnya dipindahkan kembali ke Indonesia. Kreate bertemu dengan Senayan Breakers dan bergabung dengan mereka. Akan tetapi di tahun 2004 Kreate keluar dari Senayan Breakers dan mulai berlatih dengan Jakarta Breakin’ yang juga merupakan rival Senayan Breakers pada saat itu. Tidak hanya Jakarta Breakin’, Kreate juga mencari komunitas-komunitas dance lainnya dan mulai mempengaruhi gaya permainan dance banyak breakers (penari break dance).

Dengan kemampuannya  yang telah melalang buana, ia telah mengunjungi tempat-tempat seperti Amerika, Australia, Singapore, Switzerland. Melalui perjalanannya, ia diangkat menjadi anggota beberapa grup breakdance besar di dunia, seperti 7$ Crew, Mighty Zulu Kings dan Fresh Sox. Ia juga membuat sebuah grup breakdance yang mewakili Indonesia. Selain itu, Keate pernah membuat event breakdance dengan konsep yang orisinil dari Keate, yaitu memanggil breakers dari luar negeri untuk diadu dengan breakers Indonesia. Hal ini secara tidak langsung membuka mata para breakers di Indonesia untuk lebih giat berlatih dan mempelajari lebih dalam mengenai breakdance.

Pria yang lahir pada 4 Februari 1983 ini sudah banyak mengantongi sejumlah penghargaan, diantaranya :

-   Juara pertama dalam kompetisi “Floorskills” di Singapura(2004)

-   Juara pertama dalam kompetisi tim “UFM StreetSoul” di Citos(2003)

-   Juara pertama dalam kompetisi “Breaker’s Delight 2” di Maryland (2002).

-   Juara pertama dalam kompetisi tim “Deadly Venom’s Event” di Baltimore (2002)

-   Juara pertama dalam kompetisi “Battle For Some Loot” di Maryland (2001)

-   Juara pertama dalam kompetisi tim “Breaker’s Delight 1” di Maryland (2001)

-   Juara pertama dalam kompetisi tim “Startin’ Static” di Philldelphia (2000)

[Muhammad Ulil Albab]

Melawan Trend Musik Masa Kini

Banyaknya musik luar yang masuk ke Indonesia tak mengurungkan niat mahasiswa-mahasiswi ini untuk menghidupkan musik islami yang jarang sekali diminati anak muda, yang saat ini yang lebih gandrung akan musik korea, barat ataupun luar negeri. Namun di sini komunitas Hadrah Ar-rahman  mencoba berdiri melawan arus musik yang ada dengan nuansa musik islami yang mereka usung. Dengan keterbatasan alat dan personel di awal berdirinya tak melunturkan semangat para personel untuk menghidupkan komunitas yang baru berdiri tahun 2011. Meskipun saat latihan masih minjam-minjam alat dari pihak luar untuk menunjang kemampuan mereka, semua itu mereka jadikan perjuangan untuk meraih kepuasan kelak. Komunitas Hadrah ini yakin suatu saat komunitas mereka akan meraih sukses dan dikenal banyak orang serta ditunggu-tunggu pementasannya.

Tidak dipungkiri bahwa kegiatan untuk berlatih dan berkumpul mereka belum rutin dan teratur karena kesibukan masing-masing personel yang masih mahasiswa. Akan tetapi apabila ada pemantasan, komitmen mereka akan muncul  untuk berkumpul dan latihan agar sukses mengikuti acara pementasan tersebut. Secara otomatis, waktu latihan pun akan diperbanyak dan rutin sesuai yang telah dijadwalkan. Biasanya dalam hari-hari biasa, mereka hanya latihan 1x dalam sebulan, akan tetapi bila terdapat event pementasan akan  menjadi ditingkatkan menjadi 3-4 kali dalam sebulan. Walau hanya dengan porsi latihan biasa 1 x dalam sebulan, Ar-Rahman mampu menunjukkan potensinya yang besar dengan menjadi juara harapan 1 dalam lomba Harlah IPNU IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama-Ikatan Pelajar Perempuan Nahdatul Ulama) di Sleman. Lomba yang diikuti oleh pelajar – pelajar SMP, SMA dan Mahasiswa se-kabupaten Sleman dan para pelajar dari  Pondok Pesantren Krapyak, Bantul Yogyakarta.

Komunitas music tabuh ini yang baru berdiri 1 tahun yang lalu ini sering diminta  untuk menampilkan syahdunya suara diduetkan dengan alunan berbagai alat musik tabuh yang bertalu-talu. Untuk menghasilkan music indah tersebut, Hadrah membutuhkan beberapa alat-alat musik seperti rebana, ketipung, bass. Untuk suara utama dinahkodai seorang  vokal utama dan dibantu oleh backing vocal. Ketika mendapat undangan menghadiri sebuah acara, frekuensi latihan Ar-Rahman akan mengalami fluktuasi. “kalau dapat undangan nya sebulan sebelumnya, ya dalam sebulan itu kita bisa latihan 3 sampai 4 kali” Uchu, salah satu personil Ar-Rahman menjelaskan. Dengan melestarikan musik rebana berarti kita telah mengajak anak muda untuk mengenal musik dengan nuansa islam yang tak kalah keren dengan musik luar, serta music ini bias menjadi wadah kekreatifan anak-anak muda dalam menikmati khazanah musik dunia.[Kartika Ambarsari]

December 24, 2012

Pattani di Negeri Pagoda


Mendengar Thailand pasti kita akan terbayang oleh seekor gajah, Pagoda, agama Budha, atau mungkin kerusuhan politik, karena di Thailand sering kali terjadi Kudeta. Namun pernahkah kita membayangkan sesuatu hal seperti tentang masyarakat Muslim? Di Thailand Selatan khususnya di daerah Pattani ada masyarakat minoritas muslim yang tinggal di sana. Karena letak dari Pattani ini berbatasan langsung dengan Malaysia, maka masyarakat muslim di sana mayoritas adalah masyarakat Melayu. Dimana Islam dan kebudayaannya tidak jauh dari masyarakat Melayu pada umumnya.

Menurut Abdonloh, mahasiswa Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Yogyakarta tahun 2011, menjelaskan bahwa ada seseorang yang bernama Thamrong Kongwatmai, yang sekarang ini menjabat sebagai ketua Distrik Yaring di Provinsi Pattani, menjadi sukarelawan untuk pelayanan sipil lokal pada tahun 2005. Sejak itu, dia menghabiskan waktu luangnya untuk belajar kesenian nang talung atau wayang Thailand, untuk menyampaikan pentingnya perdamaian dan toleransi antara umat Buddha Thailand dan umat Muslim etnis Melayu.

Dia bersama dengan timnya mendirikan kelompok wayang mereka, "Thamrong Talungsin", sebagai pertunjukan keliling dengan mengunjungi desa-desa di seluruh distrik. Mereka menggunakan humor dan pertunjukan untuk menyampaikan kampanye dan proyek pemerintah dalam dialek yang dimengerti oleh warga setempat, baik itu bahasa Yawi, bahasa Muslim Melayu setempat, maupun bahasa Thailand Selatan, yang sangat berbeda dengan bahasa yang digunakan di Bangkok. Kampanye tersebut juga mencakup usaha membangkitkan kesadaran akan bahaya kecanduan narkoba dan menciptakan kesatuan antar warga dari latar belakang etnis yang berbeda. Thamrong adalah salah satu dari segelintir pegawai negeri berjabatan tinggi di Pattani yang "dengan sukarela" bertugas di Ujung Selatan, melepaskan hak untuk dipindahtugaskan ke bagian lain negara di mana persoalan keamanan tidak begitu sering terjadi.

Selain isu tentang politik ataupun SARA, budaya Melayu yang ada pun kian tergerus oleh perkembangan zaman. Kenyataan itu seyogianya tidak dibiarkan begitu saja. Jika kita biarkan, itu berarti kita rela mengikis kekayaan budaya kita satu demi satu, sehingga akhirnya kita tidak punya budaya lagi sebagai jati diri. Untuk sementara, kita mungkin terlihat maju oleh budaya (Siam-Thailand) yang bersifat materialistis, individualistis dan hedonis itu. Tapi, sesungguhnya budaya itu tak punya makna. Sementara kita hidup bukan hanya sebatas mencari benda dan memuaskan nafsu, tetapi lebih-lebih mencari makna kehidupan. [Rifky Syofiadi]