phone: +6287 3936 4795
e-mail: hydrazone_community@yahoo.com

November 6, 2012

MENGINANG SEBAGAI RASA HORMAT


Indonesia adalah negeri yang terbentuk dari bermacam-macam suku. Ada suku Jawa, Suku Sunda, Suku Batak, dan Suku-suku yang lain. Suku Dayak adalah salah satu Suku yang cukup terkenal di Indonesia. Suku ini mendiami daerah Kalimantan Timur. Menurut Muhammad Rifefan, Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora  semester lima ini mengatakan bahwa ada salah kebudayaan suku Dayak yang hampir sama di beberapa daerah di Indonesia, yaitu adalah menginang. Memang sama seperti  menginang di tanah Jawa, akan tetapi kebudayaan menginang di Suku Dayak mempunyai filosofi kearifan lokal tersendiri.

Menginang atau makan sirih biasanya ditempatkan dalam suatu tempat yang khusus. Tempat ini biasanya disebut dengan istilah penginangan. Perlengkapan menginang seperti tempat sirih, tempat tembakau, alat penumbuk kinang, alat pemotong pinang,  tempat ludah merah atau ludah sirih danwadah kinang khusus. Apabila orang hendak menginang biasanya disediakan kinang yang terdiri atas ramuan pokok dan ramuan pelengkap. Ramuan pokok terdiri dari daun sirih, gambir, kapur sirih, dan buah pinang, sedangkan ramuan pelengkap terdiri dari tembakau, kapulaga, cengkih, kunyit, dan daun jeruk. Ramuan pelengkap ini biasanya tidak sama jenisnya, antara satu orang dengan orang yang lain, ada pula yang menggunakan kinang secara lengkap, tetapi ada juga yang menggunakan sebagian saja, bahkan tidak menggunakan pelengkap sama sekali.

Pada masyarakat Kalimantan Timur, khususnya adat istiadat suku Dayak menghidangkan sirih sebagai penghormatan kepada tamu. Tamu yang datang biasanya dijamu dengan sirih terlebih dahulu baru dijamu dengan makan. Di sisi lain tradisi menginang juga mempunyai fungsi lain yaitu dapat menghilangkan perbedaan sosial antara masyarakat sekitar.

Pada masyarakat suku Dayak menginang tidak hanya menyangkut masalah kebiasaan saja, akan tetapi juga menyangkut tata pergaulan dan tata nilai kemasyarakatan, yakni sebagai lambang atau simbol dari solidaritas dan integrasi sosial bagi warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Hal ini tergambar dalam kebiasaan menginang bersama, hidangan penghormatan untuk tamu, hidangan atau sarana pengantar bicara dan lain-lain. Kebiasaan ini tetap berlangsung dari masyarakat zaman dahulu hingga masyarakat zaman sekarang yang tinggal di pedalaman. Those things have to be kept by our generation which become heritage of our forefather to us. [Rifky Sofyadi]

0 komentar: