phone: +6287 3936 4795
e-mail: hydrazone_community@yahoo.com

November 27, 2012

Harga Diri : Harga Mati

Jika kita sedang berkunjung ke Jogja, maka pasti diantara tujuan wisata yang akan kita kunjungi adalah kawasan perbelanjaan, yaitu Malioboro. Apabila kita datang dari arah timur, setelah lampu lalu lintas, maka sebaiknya kita berjalan ke arah barat (kira-kira 20 meter) kemudian palingkanlah muka kearah kanan (utara), di sana kita akan melihat los yang berisi warung/tempat berjualan makanan. Kemudian setelah tiba di los itu, berjalanlah ke arah barat, ke arah bakul (sate) paling barat. Di sana akan kita temui seorang lelaki paruh baya berbadan tegap, kulit sawo matang, hidung mancung dan yang khas sekali darinya adalah peci yang ia kenakan tingginya (sekitar) 20 cm. Coba untuk singgah di sana beberapa menit saja.

Bagi anda, yang berasal dari daerah manapun akan mudah menebak siapa dan dari mana asal laki-laki yang sedang mengipas-ngipas daging yang sedang ia bakar.  Ia adalah penjual sate Madura, dan tentu dia berasal dari Madura, tepatnya Kabupaten Sampang.

Dulu saya pernah tanya suatu hal ke beliau, “Abe’ thibik e edinna’ la abit, cong. Soekarano se amain ka jogja jiyah, engko jet la bede dinna’. Lambe’ edinna’ riyah e kuasaeh reng temur, cong reng papua ben Maluku. Lako aganggu ka selaen jiyah, cong. Tape tak tao ka engko jiyah paleng, taoh pas aganggueh ka abek thibik, cong. Ye engibeagi are’ sakale ben engko cong. Pas marah mun acarokah. Mulae jeriyeh engko e kenal neng malioboro riah.” Ia berbahasa Madura dengan logat yang khas.

Ia sudah tidak ingat lagi kapan tepatnya ia sampai di Yogyakarta. Cuma yang ia ingat adalah ketika Soekarno masih (Waktu RI berkantor) di Jogja. Daerah malioboro dulu dikuasai oleh orang-orang dari Maluku dan Papua. Kadang masyarakat sekitar resah jika mereka diganggu oleh sebagian orang-orang itu (Maluku & Papua). Akhirnya, pada suatu ketika, mereka juga menganggu dia, mungkin mereka tidak tau kalau ia adalah orang Madura yang punya harga diri tinggi dan tidak ingin harga dirinya diinjak- injak. Dilawanlah mereka itu dengan berbekal amalan  dan sebuah celurit di tangan.

Dari situlah Ia semakin dikenal terutama dikalangan pedagang-pedagang di kawasan maliboro karena membantu mengamankan masyarakat sekitar, hingga sekarang.

Ia adalah H. Hasbullah, kelahiran Sampang (yang lupa tanggal lahirnya) dan penjual sate yang tidak ingin meninggalkan profesinya walaupun anak dan keturunannya sudah banyak yang sukses.  [Luthfi Afif Azzaenuri]

0 komentar: