phone: +6287 3936 4795
e-mail: hydrazone_community@yahoo.com

November 27, 2012

Keluarga Mahasiswa Sampang Yogyakarta

Keluarga Mahasiswa Sampang Yogyakarta (KMSY) adalah sebuah organisasi kedaerahan yang dikhususkan untuk menyatukan mahasiswa mahasiswi yang berasal dari Kabupaten Sampang. Keluarga Mahasiswa Sampang Yogyakarta  beralamat di Perum Deppen No. 120, Seturan. KMSY sudah ada sejak lama tapi baru diresmikan pada tahun 2011. Menurut Aan selaku ketua KMSY pertama hingga saat ini, KMSY awalnya hanyalah beberapa orang dari Sampang yang sering berkumpul hingga akhirnya memutuskan untuk mendirikan KMSY dan dari awal terbentuknya KMSY belum mempunyai Base camp hingga diputuskan untuk diresmikan pada tahun 2011 maka ketua beserta anggotanya memutuskan untuk mempunyai base camp dengan mengontrak sebuah rumah yang dibiayai oleh orang KMSY yang tinggal di rumah tersebut.

Ada 43 mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Sampang Yogyakarta. Aan sebagai Ketua, 2 orang kepala Rumah Tangga yaitu Fauzan dan Amin, 25 Pengurus, serta 15 Anggota. Sejak didirikannya KMSY, baru sekali kepengurusan. Karena KMSY bukan komunitas yang terlalu formal maka peng-rekrut-an anggota baru atau kader tidak dilakukan melalui stand pendaftaran anggota baru, melainkan dari anggota yang mengajak langsung mahasiswa baru ke base camp dan sering mengikuti kegiatan yang diadakan KMSY maka otomatis sudah tercatat sebagai anggota KMSY.

KMSY sendiri berada dibawah naungan Keluarga Mahasiswa Madura Yogyakarta (KMMY). Yaitu sebuah komunitas kedaerahan yang mencakup semua kabupaten di Madura salah satunya Sampang. 

Semua penduduk asli Sampang adalah suku Madura yang terkenal dengan banyaknya pondok pesantren, Sate Madura, juga individu nya yang keras dan pemberani. Karna pembawaan yang berani itu, penduduk Sampang mempunyai sebuah kalimat pedoman yang terus dipegang sampai sekarang yaitu “Daripada Putih Mata Lebih Baik Putih Tulang”. “Arti dari kalimat ‘Daripada Putih Mata Lebih Baik Putih Tulang’ ialah kalau putih mata semua orang bisa melihat tapi kalau putih tulang susah dilihat apalagi putih tulang itukan dalem. Jadi suku Madura itu rela bertarung hingga titik darah terakhir dan kalau udah bertarung gitu polisi pun enggan memisahkan, nanti bisa-bisa polisinya yang mati”. kata Aan (mahasiswa semester akhir), mengakhiri penjelasannya. [Nur Handayani]

0 komentar: