Merantau
Yogyakarta
terkenal sebagai Kota Pendidikan. Hal ini dikarenakan banyak sekali pelajar
maupun mahasiswa dari berbagai daerah baik dari dalam negeri ataupun luar
negeri yang datang ke Yogyakarta untuk menimba ilmu. Dari dalam negeri saja
banyak sekali pelajar maupun mahasiswa dari berbagai daerah dan berbagai suku.
Salah satunya adalah mahasiswa yang
berasal dari Suku Minang di Tanjung Raya yang mempunyai asrama di Jl. Demangan
Baru no. 2 Yogyakarta.
Asrama
mahasiswa Minang yang sekarang dihuni oleh 25 orang ini didirikan pada tahun
1963 dengan meminta izin atas tanah yang ditempati kepada Sultan Hamengku
Buwono X. Menurut Alam Diko Rama,
Mahasiswa semester 5 Ilmu Hukum Universitas
Gadjah Mada ini sekaligus merupakan sekretaris umum di asrama tersebut,
asrama ini didirikan karena merupakan fasilitas yang diberikan oleh orang-orang
Minang terdahulu untuk memudahkan dalam tempat tinggal. Hal ini dikarenakan
orang Minang mempunyai salah satu kebudayaan yaitu kebudayaan merantau.
Menurutnya,
merantau adalah salah satu kebudayaan dari orang Minang, khususnya untuk
laki-laki. Entah dari kapan ajaran ini diberikan, tetapi menurutnya semua ini
seperti doktrin yang ditanamkan orang tua kepada anaknya ketika masih kecil.
Anak laki-laki di Minang biasanya sudah diajarkan untuk tidak tidur di rumahnya
sendiri. Mereka diajarkan tidur seperti di surau, masjid atau tempat-tempat
lainnya. Jika ada anak laki-laki yang tidur di rumah maka anak tersebut
diolok-olok sebagai anak yang berlindung di bawah ketiak ibu. Kebiasaan inilah
yang mungkin menjadikan salah satu budaya yaitu budaya merantau orang Minang.
Secara
sederhana bisa direnungkan makna dari sebuah pepatah bijak Minangkabau yaitu Iduik
bajaso, mati bapusako (Hidup berjasa, mati berpusaka) yang berarti selagi
hidup harus memberi jasa agar setelah mati meninggalkan pusaka (warisan nama
baik) yang bisa dikenang sepanjang masa. Para perantau orang-orang diajarkan
setelah merantau kembali ke daerahnya untuk memberikan apa yang telah
diperolehnya di perantauan, baik berupa materi, pendidikan, pengalaman, ataupun
hanya cerita. Dan di dalam kebudayaan tersebut orang yang merantau yang
menyeberang lautan lebih mendapatkan apresiasi dibanding para orang-orang yang
kaya yang tidak merantau, ujarnya. [Rifky Sofiadi]
0 komentar: