Tokoh Muhammadiyah Aceh Tengah
Muhammadiyah adalah salah satu gerakan Islam Besar di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912 M oleh almarhum KH Ahmad Dahlan, di Yogyakarta. Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud (beku) dan penuh dengan amalan- amalan yang bersifat mistik, KH Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian (pencerahan) di tengah kesibukan sebagai Khatib dan seorang pedagang.
Mula-mula ajaran ini
ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan
dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung
ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajarannya menyebar ke luar kampung Kauman
bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir
kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini
Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Sebagai Gerakan Islam yang
dinamis, Muhammadiyah terus meluas dan menyebar sampai ke seluruh pelosok
Nusantara, Indonesia, sejalan dengan cita-citanya untuk mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Pengembangan yang dilakukan ini ternyata
membuahkan hasil, salah satunya adalah tersebarnya gerakan Muhammmadiyah ini ke
salah satu wilayah Aceh, yaitu Aceh Tengah yang mayoritas sukunya adalah suku
Gayo.
Menurut Walia Rachman,
ketua IPEMAH LUTYO (Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Lut Tawar Yogyakarta),
pelopor gerakan Muhammadiyah di Takengon (Aceh Tengah) adalah Ali Jadun. Tokoh
Muhammadiyah ini sampai sekarangpun masih tampak tegar dan menjadi orang yang
dituakan di daerahnya. Ali Jadun adalah seorang yang kukuh memegang prinsip
keislamannya. Ketika ada adat yang bertentangan dengan ajaran islam, beliau
akan bertindak sebagai tokoh utama yang menentang hal tersebut. Ajaran islam
selalu menjadi pertimbangan dan landasan dalam setiap tindakan.
Meskipun adanya tokoh
Muhammadiyah yang begitu kukuh seperti Ali Jadun, masyarakat Takengon tidak
begitu mempermasalahkan gerakan-gerakan keislmanan yang berbeda-beda, misalnya
antara Muhammadiyah dan NU. Kekeluargaan sangat dijunjung tinggi di Aceh
Tengah. Bahkan bagi perempuan dan laki-laki yang tinggal di satu kecamatan,
tidak diperbolehkan untuk menikah. [Megafirmawanti]
0 komentar: