phone: +6287 3936 4795
e-mail: hydrazone_community@yahoo.com

November 27, 2012

Orang Sampang Punya Tradisi

Ditemui diasrama Keluarga Mahasiswa Sampang Yogyakarta (KMSY) dikawasan perumahan Deppen no 120 Seturan, Yogyakarta, Aan selaku ketua KMSY bertutur banyak tentang kebudayaan yang sampai saat ini masih dipegang kuat oleh masyarakat Madura, khususnya di kabupaten Sampang. Salah satunya adalah tradisi Karapan Sapi.

Karapan Sapi adalah tradisi yang sampai saat ini masih menjadi pertunjukkan andalan dan sangat meriah. Karapan Sapi, selain sebagai ajang untuk pesta rakyat, juga merupakan moment yang bisa mengangkat status sosial masyarakat Madura pada umumnya. Betapa tidak, untuk mengikuti lomba Karapan Sapi ini, biaya yang dikeluarkan terhitung cukup mahal. Total biaya dari persiapan sampai hari H pelaksanaan lomba bisa mencapai 4 juta rupiah, mulai dari perawatan, makanan berupa jamu-jamuan dan telur untuk sapi yang akan diikutkan lomba. Karapan sapi ini seringkali dilaksanakan setelah masyarakat sukses melakukan panen Padi dan Tembakau.

Secara teknis, Karapan sapi diawali dengan mengarak pasangan-pasangan Sapi di arena lomba dengan diiringi musik gamelan Madura yaitu Saronen. Setelah itu babak pertama dimulai dimana pasangan-pasangan sapi tersebut dikendalikan oleh seorang joki. Joki harus pintar-pintar mengendalikan sapi agar secepat mungkin mencapai garis finish. Pasangan sapi yang tercepatlah yang akan menjadi pemenangnya. Jarak yang harus ditempuh oleh pasangan-pasangan sapi ini adalah sekitar 100 meter. “Ngeri sekali itu mbak kalau nonton Karapan Sapi, nanti coba lihat saja di video- video” begitulah tutur Aan saat ditemui pada hari Kamis pukul 3 sore. 

Tradisi Karapan Sapi awalnya dilatar belakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk lahan pertanian. Sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan mata pencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.

Suatu ketika, seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) memperkenalkan cara bercocok tanam menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan sebutan "nanggala" atau "salaga" yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal diadakannya Karapan Sapi adalah untuk memperoleh sapi-sapi yang kuat untuk membajak sawah. Gagasan ini kemudian menimbulkan adanya tradisi Karapan Sapi. 

Masih menurut penjelasan Aan yang merupakan mahasiswa Universitas Islam Indonesia semster 9, saat ini, di Sampang khususnya, bukan hanya sekedar sapi lagi yang dilombakan atau dikerap. Tetapi juga hewan-hewan lain seperti Kambing bahkan Kelincipun ikut di Karap. Inti tradisi Karapan Kambing dan Kelinci sama halnya dengan Karapan Sapi, yang berbeda adalah jenis hewan yang di Karap. [Megafirmawanti]

0 komentar: