Orang Sampang Punya Tradisi
Ditemui
diasrama Keluarga Mahasiswa Sampang Yogyakarta (KMSY) dikawasan perumahan
Deppen no 120 Seturan, Yogyakarta, Aan selaku ketua KMSY bertutur banyak
tentang kebudayaan yang sampai saat ini masih dipegang kuat oleh masyarakat
Madura, khususnya di kabupaten Sampang. Salah satunya adalah tradisi Karapan
Sapi.
Karapan
Sapi adalah tradisi yang sampai saat ini masih menjadi pertunjukkan andalan dan
sangat meriah. Karapan Sapi, selain sebagai ajang untuk pesta rakyat, juga
merupakan moment yang bisa mengangkat status sosial masyarakat Madura pada
umumnya. Betapa tidak, untuk mengikuti lomba Karapan Sapi ini, biaya yang
dikeluarkan terhitung cukup mahal. Total biaya dari persiapan sampai hari H
pelaksanaan lomba bisa mencapai 4 juta rupiah, mulai dari perawatan, makanan
berupa jamu-jamuan dan telur untuk sapi yang akan diikutkan lomba. Karapan sapi
ini seringkali dilaksanakan setelah masyarakat sukses melakukan panen Padi dan
Tembakau.
Secara
teknis, Karapan sapi diawali dengan mengarak pasangan-pasangan Sapi di arena
lomba dengan diiringi musik gamelan Madura yaitu Saronen. Setelah itu babak
pertama dimulai dimana pasangan-pasangan sapi tersebut dikendalikan oleh
seorang joki. Joki harus pintar-pintar mengendalikan sapi agar secepat mungkin
mencapai garis finish. Pasangan sapi yang tercepatlah yang akan menjadi
pemenangnya. Jarak yang harus ditempuh oleh pasangan-pasangan sapi ini adalah
sekitar 100 meter. “Ngeri sekali itu mbak kalau nonton Karapan Sapi, nanti coba
lihat saja di video- video” begitulah tutur Aan saat ditemui pada hari Kamis
pukul 3 sore.
Tradisi
Karapan Sapi awalnya dilatar belakangi oleh tanah Madura yang kurang subur
untuk lahan pertanian. Sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan mata
pencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang
sekaligus digunakan untuk bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.
Suatu
ketika, seorang ulama Sumenep bernama
Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) memperkenalkan cara bercocok tanam
menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan sebutan "nanggala"
atau "salaga" yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal
diadakannya Karapan Sapi adalah untuk memperoleh sapi-sapi yang kuat untuk
membajak sawah. Gagasan ini kemudian menimbulkan adanya tradisi Karapan
Sapi.
Masih
menurut penjelasan Aan yang merupakan mahasiswa Universitas Islam Indonesia
semster 9, saat ini, di Sampang khususnya, bukan hanya sekedar sapi lagi yang
dilombakan atau dikerap. Tetapi juga hewan-hewan lain seperti Kambing bahkan
Kelincipun ikut di Karap. Inti tradisi Karapan Kambing dan Kelinci sama halnya
dengan Karapan Sapi, yang berbeda adalah jenis hewan yang di Karap.
[Megafirmawanti]
0 komentar: