Permasalahan Selesai di “Tepung Tawar”
Setiap orang terkadang sulit menyelesaikan sebuah
permasalahan, entah permasalahan yang orang lain katakan itu hanyalah permasalahan
kecil atau bagi pribadi orang lain bisa saja
menjadi permasalahan yang besar. Ciri setiap daerah menyelesaikan permasalahan
di lingkungan mereka pun tentu berbeda- beda. Indonesia dengan keragaman budaya tentu akan berbangga hati
dengan salah satu budaya di Selatan Pulau Sumatera. Tanah Sumatera terkenal
dengan tanah yang didominasi Suku Melayu yang pandai dalam mengemas maksud dan
tujuan pembicaraan dalam pantun, syair, dan sajak.
Di tiap daerah selalu menjunjung tinggi
nilai tradisional, nilai nilai kemanusiaan, nilai kebersamaan, nilai rasa
persaudaraan dan sikap keteladanan yang baik. Namun tak jarang kearifan lokal seperti ini terkikis di dalam
lingkungan budaya masyarakat. Ditengah kurangnya nilai nilai yang harus dijunjung tinggi,
di Musi Rawas sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan tetap menjunjung
tinggi nilai-
nilai, adat- istiadat kedaerahan serta kearifan lokal setempat. Saat di temui di Asrama Mahasiswa Silam Pari (sebutan untuk
daerah Musi Rawas, Sumatera Selatan), Libra,
ketua pengurus asrama tersebut menuturkan “di daerah saya tepung bukanlah
tepung sembarang tepung seperti yang digunakan untuk memasak oleh ibu- ibu di dapur namun untuk menyelesaikan
segala permasalahan,
dan saya pernah mengalami itu beberapa tahun yang lalu, saya dan sepeda motor
saya di taburi dengan tepung yaitu tepung tawar”.
Ia pun menceritakan pengalamannya saat
itu ia tengah mengendarai sepeda motornya dan tanpa ia sadari ia menabrak
seorang anak kecil dan anak kecil itu pun terluka di beberapa sudut tubuhnya,
orang tua si anak pun tak mau tinggal diam karena saat itu posisi anaknya
adalah sebagai korban.
Di kampung- kampung, hal kecil seperti ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara
kekeluargaan namun,
lain halnya dengan yang dialami Libra, permasalahan seperti ini menjadi besar dan diperkarai oleh keluarga korban hingga
tokoh atau tetua adat di kampung itu datang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Tapi uniknya permasalahan ini akhirnya bisa terselesaikan
hanya dengan tepung beras, yakni keluarga yang menjadi tersangka atau yang
terlibat menyerahkan “punjung merah” yang berupa talam atau baskom dengan isi
kopi, gula, beras 2 kilo, seekor ayam dan sebungkus rokok, sehingga dengan membawa ini keluarga korban
yang tadi marah membara tiba- tiba luntur amarahnya dan akan langsung
menerima ungkapan maaf dengan lapang dada tanpa ada perasaan dendam, setelah
itu barulah Libra
dan korban beserta sepeda motor yang menabrak diolesi tepung tawar di badannya,
dan setelah permasalahan ini selesai Libra yang menabrak anak tersebut bahkan dianggap menjadi saudara/ anak
sendiri. Hingga
saat ini setiap pulang kampung dia tidak akan pernah lupa untuk mengunjungi
rumah keduanya yaitu keluarga angkat tersebut. [Rahmah Attaymini]
0 komentar: