phone: +6287 3936 4795
e-mail: hydrazone_community@yahoo.com

October 15, 2012

Permasalahan Selesai di “Tepung Tawar”

Setiap orang terkadang sulit menyelesaikan sebuah permasalahan, entah permasalahan yang orang lain katakan itu hanyalah permasalahan kecil atau bagi pribadi orang lain bisa saja menjadi permasalahan yang besar. Ciri setiap daerah menyelesaikan permasalahan di lingkungan mereka pun tentu berbeda- beda. Indonesia dengan keragaman budaya tentu akan berbangga hati dengan salah satu budaya di Selatan Pulau Sumatera. Tanah Sumatera terkenal dengan tanah yang didominasi Suku Melayu yang pandai dalam mengemas maksud dan tujuan pembicaraan dalam pantun, syair, dan sajak.

Di tiap daerah selalu menjunjung tinggi nilai tradisional, nilai nilai kemanusiaan, nilai kebersamaan, nilai rasa persaudaraan dan sikap keteladanan yang baik. Namun tak jarang kearifan lokal seperti ini terkikis di dalam lingkungan budaya masyarakat. Ditengah kurangnya nilai nilai yang harus dijunjung tinggi, di Musi Rawas sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan tetap menjunjung tinggi nilai- nilai, adat- istiadat kedaerahan serta kearifan lokal setempat. Saat di temui di Asrama Mahasiswa Silam Pari (sebutan untuk daerah Musi Rawas, Sumatera Selatan), Libra, ketua pengurus asrama tersebut menuturkan “di daerah saya tepung bukanlah tepung sembarang tepung seperti yang digunakan untuk memasak oleh ibu- ibu di dapur namun untuk menyelesaikan segala permasalahan, dan saya pernah mengalami itu beberapa tahun yang lalu, saya dan sepeda motor saya di taburi dengan tepung yaitu tepung tawar”.

Ia pun menceritakan pengalamannya saat itu ia tengah mengendarai sepeda motornya dan tanpa ia sadari ia menabrak seorang anak kecil dan anak kecil itu pun terluka di beberapa sudut tubuhnya, orang tua si anak pun tak mau tinggal diam karena saat itu posisi anaknya adalah sebagai korban. Di kampung- kampung, hal kecil seperti ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan namun, lain halnya dengan yang dialami Libra, permasalahan seperti ini menjadi besar dan diperkarai oleh keluarga korban hingga tokoh atau tetua adat di kampung itu datang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Tapi uniknya permasalahan ini akhirnya bisa terselesaikan hanya dengan tepung beras, yakni keluarga yang menjadi tersangka atau yang terlibat menyerahkan “punjung merah” yang berupa talam atau baskom dengan isi kopi, gula, beras 2 kilo, seekor ayam dan sebungkus rokok, sehingga dengan membawa ini keluarga korban yang tadi marah membara tiba- tiba luntur amarahnya dan akan langsung menerima ungkapan maaf dengan lapang dada tanpa ada perasaan dendam, setelah itu barulah Libra dan korban beserta sepeda motor yang menabrak diolesi tepung tawar di badannya, dan setelah permasalahan ini selesai Libra yang menabrak anak tersebut bahkan dianggap menjadi saudara/ anak sendiri. Hingga saat ini setiap pulang kampung dia tidak akan pernah lupa untuk mengunjungi rumah keduanya yaitu keluarga angkat tersebut. [Rahmah Attaymini]

0 komentar: