LASINRANG
Berkisah di tanah
bugis pada abad 19 silam, ada seorang pria dari suku bugis bergelar Ba’kak Lolona Sawitho yang sangat arogan,
namun memiliki jiwa pemberani untuk membela kebenaran melawan kedzhaliman
penjajahan belanda saat itu. Wataknya
yang keras, membuat dia
sangat ditakuti
dikalangan teman-
temannya.
Kebiasaannya saat kecil yang sering mengganggu dan nakal ini membuatnya terpaksa mendapat hukuman
pengasingan diri
ke daerah Kerajaan Bone oleh ayahnya, Latama’ Sawitho.
Walaupun demikian, dia adalah petarung yang sangat hebat dan juga merupakan panglima perang yang tangguh saat berjuang melawan penjajah belanda di daerahnya, bahkan dia juga disebut sebagai wali (pada
masyarakat mereka orang yang dekat dengan agama). Dengan
perawakannya yang
tinggi besar ini, dia
mempunyai keanehan yang mungkin jarang diketemui oleh masyarakat awam saat itu
yaitu bulu dada yang berdiri menghadap keatas, bukan bulu dada pria biasa yang
menghadap kebawah.
Ialah Lasinrang, pria gagah perkasa dari Kabupaten
Pinrang (saat telah diresmikan menjadi kabupaten). Pada saat penjajahan belanda, ayahnya sempat ditangkap oleh penjajah belanda dan
diasingkan di suatu tempat, karena rasa sayang terhadap ayahnya yang telah
membesarkan dirinya,
dia pun rela untuk bertukar hukuman dengan ayahnya. “Biarlah saya yang dipenjara asalkan
jangan ayah saya”,
teriaknya dengan
suara lantang.
“Kebanyakan orang bugis terkenal dengan
orang yang punya banyak istri, begitu juga dengan Lasinrang” ucap Ocha (mahasiswa yang dituakan di asrama
lasinrang ini). Diapun mulai merapikan tata duduknya dan melanjutkan
kembali cerita tentang tokoh Lasinrang ini, “ Mambusung I Tanah Jawa, Iyako Nasipikka” yang berarti hancurlah
tanah jawa ini, kalau saya masih disini (mati disini, di tanah jawa)”. Itulah pernyataan Lasinrang kepada kolonial
Belanda saat berada di tempat pengasingan.
Singkat cerita,
akhirnya Lasinrang pun dikembalikan ke tanah kelahirannya di Sulawesi Selatan,
karena penjajah Belanda merasa takut dan terancam dengan pernyataan Lasinrang
yang sangat tegas. “Dialah
tokoh yang sangat kami banggakan di Kabupaten Pinrang, sehingga nama kota kamipun mengambil sebagian dari namanya untuk kita kenang. Pelajaran berharga yang kami temukan dari diri
beliau ialah kejujuran, kesetiaan hati dan keberanian yang tinggi”, sambung
Ocha mengakhiri ceritanya. [Rahmah Attaymini]
0 komentar: